Baleg Ajukan Dua Alternatif Rumusan Ke Paripurna
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan mengajukan dua alternatif rumusan pada Sidang Paripurna pekan depan terkait dengan Pasal 202 Perubahan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
Pasal 202 ini sebelumnya menjadi perdebatan alot diantara fraksi-fraksi dan selama empat kali rapat pleno Baleg belum ada kesepakatan secara bulat terhadap Pasal 202 mengenai ambang batas perolehan suara.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Baleg Ignatius Mulyono, Senin (20/6), dikatakan bahwa pengajuan dua alternatif rumusan tersebut merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi belum sepakatnya ambang batas perolehan suara. “Kami tidak akan menghilangkan satu sikappun dari apa yang diajukan fraksi-fraksi. Untuk itulah keputusan pengajuan dua alternatif ini diambil,” kata Mulyono.
Mulyono menambahkan, dalam mengatasi kebuntuan terhadap permasalahan ambang batas ini, Pimpinan Baleg memang mengharapkan tidak ada voting di tingkat Baleg. Biarlah kalau voting itu ada dilakukan di Paripurna yang dihadiri seluruh anggota Dewan,” tambahnya.
Baleg, kata Mulyono, nantinya akan membuat ringkasan eksekutif, kronologis kejadian yang ada dari mulai rapat pleno Baleg pertama hingga rapat pleno Baleg terakhir. “Semua akan dilaporkan secara lengkap ke Pimpinan Dewan,” tambahnya.
Dua alternatif rumusan Pasal 202 yang akan disampaikan ke Paripurna adalah, alternatif rumusan pertama berbunyi Partai Politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Alternatif pertama ini dengan catatan yaitu angka 3% (tiga perseratus) bukan merupakan hasil kesepakatan politik di Baleg, untuk selanjutnya besaran angka definitive ambang batas (parliamentary threshold) akan ditentukan dalam Rapat Paripurna.
Catatan berikutnya, setiap fraksi tetap memiliki pendirian Fraksi Partai Demokrat 4%, Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PDI Perjuangan 5%, Fraksi PKS 3-4%, Fraksi PAN, Fraksi PPP, Fraksi PKB, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura tetap menghendaki 2,5%.
Sedang alternatif ke dua berbunyi, Partai Politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% - 5% (dua koma lima sampai dengan lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dengan catatan, angka 2,5% - 5% hanya merupakan angka draf, bukan merupakan angka hasil kesepakatan politik di Baleg, untuk selanjutnya besaran angka definitive ambang batas (parliamentary threshold) akan ditentukan dalam Rapat Paripurna.
Selain Pasal 202 yang memerlukan pembahasan yang sangat panjang, Pasal lain yang belum ada kesepakatan adalah pasal yang terkait dengan konversi suara menjadi kursi (Pasal 205,206, 207 dan 208).
Dalam hal ini juga ada dua rumusan yang diajukan, alternatif rumusan pertama konversi suara menjadi kursi adalah penghitungan perolehan kursi dengan prinsip habis di Daerah Pemilihan (Dapil).
Alternatif rumusan ke dua, penghitungan perolehan kursi dengan metode kuota Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) dengan cara sisa suara ditarik ke Provinsi, apabila suara sah partai politik tidak mencapai BPP pada penghitungan kursi tahap pertama.
Terhadap dua alternatif rumusan konversi suara menjadi kursi ini juga disepakati dibawa ke Rapat Paripurna. (tt) foto:Ry/parle